Puisi adalah bentuk karya sastra yang terikakat oleh syarat-syarat tertentu. Puisi juga disebut bahasa terikat, padat, dan kaya makna . Pengertian ini berlaku untuk jenis puisi lama, namun puisi baru pun masih juga berlaku misalnya bentuk bait, larik, atau yang lain. Ditinjau perkembangannya karya puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru. Puisi lama berkembang sejak zaman kuno berbentuk mantra sampai kurun waktu tahun 20-an. Sementara puisi baru diawali dengan karya-karya puisi tahun 30-an dengan berkembangnya bentuk soneta yang diperkenalkan oleh Moh. Yamin dan Rustam Efendy. Selanjutnya pada tahun 1945 Khairil Anwar memelopori dengan bentuk puisi yang lebih bebas. Bentuk puisi mutakhir dipelopori oleh Sutardji Qolsum Bahri . Bila dicermati puisi lama dan yang paling mutakhir pun tetap menampilkan bentuk bait atau larik.
PUISI LAMA
- Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya (anonim).
- Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
- Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Yang termasuk puisi lama adalah:
- Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
- Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
- Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek terdiri 2 larik.
- Seloka adalah pantun berkait.
- Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a, berisi nasihat.
- Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
- Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10
PUISI BARU
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama, baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima. Menurut isinya, puisi baru dibedakan atas:
- Balada adalah puisi berisi kisah/cerita.
- Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
- Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa.
- Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup.
- Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih.
- Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan.
- Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik.
Berdasarkan jumlah baris setiap baitnya, puisi baru dibagi dalam beberapa bentuk puisi, yaitu:
a. Sajak dua seuntai/dua larik atau distikon
b. Sajak tiga seuntai/tiga larik atau terzina
c. Sajak empat seuntai/empat atau quatrain
d. Sajak lima seuntai/lima larik atau quint
e. Sajak enam seuntai/enam larik atau sektet
f. Sajak tujuh seuntai/tujuh larik atau septima
g. Sajak delapan seuntai/delapan larik atau oktaf atau stanza
f. Soneta puisi terdiri 14 larik
Bentuk bentuk puisi baru yang dibagi berdasarkan isi yang terkandung di dalamnya adalah sebagai berikut.
1. Ode, yaitu sajak yang berisikan tentang puji-pujian pada pahlwan, atau sesuatu yang dianggap mulia.
2. Himne, yaitu puisi atau sajak pujian kepada Tuhan yang Mahakuasa. Himne disebut juga sajak Ketuhanan.
3. Elegi, yaitu puisi atau sajak duka nestapa.
4. Epigram, yaitu puisi atau sajak yang mengandung bisikan hidup yang baik dan benar, mengandung ajaran nasihat dan pendidikan agama.
5. Satire, yaitu sajak atau puisi yang mengecam, mengejek, menyindir dengan kasar (sarkasme) kepincangan sosial atau ketidakadilan yang terjadi dalam masyarakat.
6. Romance, yaitu sajak atau puisi yang berisikan cerita tentang cinta kasih, baik cinta kasih kepada lawan jenis, bangsa dan negara, kedamaian,dan sebagainya.
7. Balada, yaitu puisi atau sajak yang berbentuk cerita.
Selain bentuk-bentuk puisi di atas, pada puisi baru juga terdapat satu bentuk puisi yang lain, yaitu soneta.
Berikut ini penjelasan secara singkat mengenai puisi baru:
a. Distikon (Distichon)
Distikon adalah sajak yang terdiri atas dua baris kalimat dalam setiap baitnya. Distikon bersajak a-a.
Contoh
Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)
b. Terzina
Terzina atau sajak tiga seuntai, artinya setiap baitnya terdiri atas tiga buah kalimat. Terzina dapat bersajak a-a-a; a-a-b; a-b-c; atau a-b-b.
Contoh
BAGAIMANA
Kadang-kadang aku benci
Bahkan sampai aku maki
…….. diriku sendiri
Seperti aku
menjadi seteru
…….. diriku sendiri
Waktu itu
Aku ……..
seperti seorang lain dari diriku
Aku tak puas
sebab itu aku menjadi buas
menjadi buas dan panas
(Or. Mandank)
c. Quatrain
Quatrain adalah sajak empat seuntai yang setiap baitnya terdiri atas empat buah kalimat. Quatrain bersajak a-b-a-b, a-a-a-a, atau a-a-b-b.
MENDATANG-DATANG JUA
Mendatang-datang jua
Kenangan lama lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala
d. Quint
Quint adalah sajak atau puisi yang terdiri atas lima baris kalimat dalam setiap baitnya. Quint bersajak a-a-a-a-a.
Contoh
HANYA KEPADA TUAN
Satu-satu perasaan
Yang saya rasakan
Hanya dapat saya katakan
kepada Tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya rasakan
Hanya dapat saya kisahkan
kepada Tuan
Yang pernah di resah gelisahkan
Satu-satu desiran
Yang saya dengarkan
Hanya dapat saya syairkan
kepada Tuan
Yang pernah mendengarkan desiran
Satu-satu kenyataan
Yang saya didustakan
Hanya dapat saya nyatakan
kepada Tuan
Yang enggan merasakan
(Or. Mandank)
e. Sektet (Sextet)
Sektet adalah sajak atau puisi enam seuntai, artinya terdiri atas enam buah kalimat dalam setiap baitnya. Sektet mempunyai persajakan yang tidak beraturan. Dalam sektet, pengarangnya bebas menyatakan perasaannya tanpa menghiraukan persajakan atau rima bunyi.
Contoh
MERINDUKAN BAGIA
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernafas
Alam seperti dalam samadhi
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)
f. Septima
Septima adalah sajak tujuh seuntai yang setiap baitnya terdiri atas tujuh buah kalimat. Sama halnya dengan sektet, persajakan septima tidak berurutan.
API UNGGUN
Diam tenang kami memandang
Api unggun menyala riang
Menjilat meloncat menari riang
Berkilat-kilat bersinar terang
Nyala api nampaknya curai
Hanya satu cita dicapai
Alam nan tinggi, sunyi, sepi
(Intojo)
g. Stanza
Stanza adalah sajak delapan seuntai yang setiap baitnya terdiri atas delapan buah kalimat. Stanza disebut juga oktaf. Persajakan stanza atau oktaf tidak berurutan.
Contoh
PERTANYAAN ANAK KECIL
Hai kayu-kayu dan daun-daunan!
Mengapakah kamu bersenang-senang?
Tertawa-tawa bersuka-sukaan?
Oleh angin dan tenang, serang?
Adakah angin tertawa dengan kami?
Bercerita bagus menyenangkan kami?
Aku tidak mengerti kesukaan kamu!
Mengapa kamu tertawa-tawa?
Hai kumbang bernyanyi-nyanyi!
Apakah yang kamu nyanyi-nyanyikan?
Bunga-bungaan kau penuhkan bunyi!
Apakah yang kamu bunyi-bunyikan?
Bungakah itu atau madukah?
Apakah? Mengapakah? Bagaimanakah?
Mengapakah kamu tertawa-tawa?
(Mr. Dajoh)
h. Soneta
Perkataan Soneta berasal dari kata Sonetto dalam bahasa Italia yang terbentuk dari kata latin Sono yang berarti ‘bunyi’ atau ‘suara’. Adapun syarat-syarat soneta (bentuknya yang asli) adalah sebagai berikut.
• Jumlah baris ada 14 buah.
• Keempat belas baris terdiri atas 2 buah quatrain dan 2 buah terzina.
• Jadi pembagian bait itu: 2 × 4 dan 2 × 3.
• Kedua buah kuatrain merupakan kesatuan yang disebut stanza atau oktaf.
• Kedua buah terzina merupakan kesatuan, disebut sextet.
• Octav berisi lukisan alam; jadi sifatnya objektif.
• Sextet berisi curahan, jawaban, atau kesimpulan sesuatu yang dilukiskan dalam oktaf; jadi sifatnya subjektif.
• Peralihan dari oktaf ke sektet disebut volta.
• Jumlah suku kata dalam tiap-tiap baris biasanya antara 9 dan 14 suku kata.
• Rumus dan sajaknya a-b-b-a, a-b-b-a, c-d-c, d-c-d.
GEMBALA
Perasaan siapa ta’kan nyala (a)
Melihat anak berlagu dendang (b)
Seorang saja di tengah padang (b)
Tiada berbaju buka kepala (a)
Beginilah nasib anak gembala (a)
Berteduh di bawah kayu nan rindang (b)
Semenjak pagi meninggalkan kandang (b)
Pulang ke rumah di senja kala (a)
Jauh sedikit sesayup sampai (a)
Terdengar olehku bunyi serunai (a)
Melagukan alam nan molek permai (a)
Wahai gembala di segara hijau (c)
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau (c)
Maulah aku menurutkan dikau (c)
(Muhammad Yamin, SH.) Sumber :
Indrawati, 2009, Bahasa dan Sastra Indonesia 1 : Untuk SMA/MA Kelas X, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 53 – 58.
0 komentar:
Posting Komentar